THAHARAH
DAN SHALAT
1. Pengertian
Thaharah
Thaharah adalah merupakan salah satu syarat dalam melakukan suatu amal ibadah,
terutama dalam shalat, haji, dan sebagainya baik itu bersuci dari hadats kecil
maupun bersuci dari hadats besar, karena setiap amal ibadah yang kurang salah
satu syaratnya, maka amal ibadah itu kurang sempurna sahnya.
Secara etimologi thaharah berarti bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik
yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata seperti aib dan dosa. Sedangkan
pengertian thaharah secara terminologi syara’ berarti mensucikan diri, pakaian
dan tempat dari hadats dan najis dengan menggunakan air yang dapat mensucikan
serta dengan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.[1]
Thaharah hukumnya wajib bagi setiap mukmin, Allah berfirman :
$pkr'¯»t ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ óOè% öÉRr'sù ÇËÈ y7/uur ÷Éi9s3sù ÇÌÈ y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ
Artinya : “Hai
orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan
Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah.”(Q.S. Al-Muddatstir: 1-4)
Dan dalam surah
Al-Baqarah ayat 222
4
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
Artinya: “Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.”
Begitulah pentingnya thaharah (bersuci) bahkan ada hadits yang menyebutkan
bahwasannya kebersihan (suci) adalah sebagian daripada iman.
a. Macam-Macam Bersuci
Sebelum mengerjakan
ibadah kita diperintahkan untuk thaharah, bagian-bagian dari bersuci (thaharah)
diantaranya yaitu:
1. Istinja’ ialah membersihkan kubul dan dubur sesudah buang
air kecil atau air besar dengan menggunakan air yang yang suci. Beristinja’
hukumnya wajib.
2. Wudhu’ ialah membersihkan sebagian anggota badan tertentu
untuk menghilangkan hadats kecil.
3. Tayamum adalah bersuci sebagai pengganti wudhu dan mandi
dengan mengusap muka dan kedua belah tangan dengan debu yang suci.
4. Mandi adalah membasuh seluruh tubuh dengan air yang
bersih mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Seseorang wajib mandi untuk
menghilangkan hadats besar seperti (haid, nifas, bersentubuh, dan lain
sebagainya)
b. Alat-Alat Untuk Bersuci
Media atau alat untuk bersuci banyak sekali. Salah satunya adalah air dan debu.
Media untuk bersuci yang akan dibahas kali ini adalah air. Air yang boleh
digunakan untuk bersuci ialah air yang turun dari langit atau yang keluar dari
bumi menurut sifat asalnya, seperti hitam, merah, putih, panas, dingin, dan
lain-lain. Air yang turun dari langit dinamakan air hujan dan yang keluar dari
bumi disebut mata air. Sedangkan air susu dan air kelapa tidak termasuk air
yang dapat digunakan untuk bersuci.
Dari segi hukumnya air terbagi menjadi empat macam yaitu:
1.
Air mutlak
Air mutlak adalah
air yang suci lagi mensucikan dan tidak makruh apabila dipakai untuk bersuci.
Adapun yang termasuk kategori air mutlak antara lain sebagai berikut.
a.
Air hujan,
salju, dan air embun
Ayat yang
mempertegas bahwa air hujan, salju, dan embun adalah air yang suci adalah
firman Allah sebagai berikut:
4 $uZø9tRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB #YqßgsÛ ÇÍÑÈ
Artinya : dan Kami turunkan dari langit air yang amat
bersih” (QS.Al-Furqan: 48)
Dan dalam surah lain Allah berfirman,
øç ãAÍit\ãur Nä3øn=tæ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB Nä.tÎdgsÜãÏj9 ¾ÏmÎ/ |ÇÊÊÈ
Artinya : dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dengan hujan itu...”(Al-Anfal: 11)
b.
Air Laut
Merujuk pada hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., ia berkata: seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah, ia berkata “Wahai Rasulullah kami sedang naik kapal di
laut, sementara kami membawa sedikit perbekalan dan air, dan jika kami berwudhu
dengannya kami akan kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut?”
Rasulullah saw. menjawab, “Air laut itu suci dan mensucikan,
bangkainyapun halal”.
c.
Air Zamzam
Merujuk pada hadits
yang diriwayatkan oleh Ali ra.,
“Bahwasannya Rasulullah berdoa dengan membawa timba
besar berisi air zamzam, kemudian beliau meminumnya dan berwudhu dengannya.”
d.
Air yang
Berubah-ubah (Mutaghayyir)
Air yang
berubah-ubah karena terlalu lama mengendap atau dikarenakan lokasinya, atau
karena tercampur sesuatu yang umumnya tidak dapat dipisahkan darinya, seperti
enceng gondok dan daun pohon. Menurut kesepakatan ulama, air tersebut tetap
masuk dalam kategori air mutlak.
e.
Air yang
dipanaskan diterik matahari
Air musyammas
termasuk air suci yang dapat mensucikan tetapi hukumnya makruh apabila
digunakan. Bejana (tempat menyimpan air) yang dimaksud disini adalah yang
terbuat dari logam dan bukan emas.[2]
2.
Air yang suci
tetapi tidak mensucikan (Air yang berubah karena benda suci)
Air yang dimaksud
ialah air yang salah satu sifatnya sudah berubah, misalnya bau, warna atau
rasanya dengan perubahan yang banyak karena tercampur benda suci adalah air
yang tercampur benda yang suci, misalnya tercampur sabun, minyak za’faran, dan
air bunga mawar.
3.
Air yang suci
tetapi tidak mensucikan
Air musta’mal adalah
air yang menetes atau terjatuh dari anggota tubuh orang yang berwudhu atau
mandi. Status hukum air tersebut suci seperti air mutlak. Status kesucian air
musta’mal ditetapkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin
Abdullah, ia berkata: “Rasulullah saw. datang menjengukkuu ketika aku sakit
dan tidak sadarkan diri, kemudian beliau wudhu lalu meneteskan bekas air
wudhunya kepadaku, kemudian aku sadar.”
Air musta’mal tetap suci lagi mensucikan. Karena sejalan dengan asal-usul air
tersebut dan adanya dalil yang menunjukkan bahwa air itu suci dan mensucikan.
Ini adalah pendapat segolongan ulama salaf dan khalaf.[3]
4.
Air Mutanajis
(Air yang bertemu dengan najis)
Apabila ada
najis atau kotoran masuk ke dalam air mutlak dan bercampur menjadi satu, namun
jumlah air tersebut sedikit (kurang dari dua kullah) dan berubahlah salah
satu sifat air tersebut (warna, rasa, bau) maka air tersebut dihukumi air
najis dan tidak sah lagi dipakai untuk berwudhu.
Akan tetapi
apabila air tersebut kemasukan benda najis namun jumlah air yang ada lebih
banyak (sekurang-kurangnya dua kullah atau lebih) dan najis yang jatuh tersebut
tidak mengubah salah satu sifat air maka air tersebut tetap disebut air mutlak.
Akan tetapi, kalau najis yang jatuh telah mengubah salah satu sifat air maka
air tersebut dianggap sebagai air najis.[4]
Dua kullah sama dengan 216 liter, jika berbentuk bak,
maka panjangnya 60 cm dan kedalaman/tingginya 60 cm.
Berikut
ini tambahan beberapa air yang dapat digunakan untuk bersuci maupun air yang
tidak dapat digunakan untuk bersuci.
1.
Air sisa minum (Tsaur)
Para ulama
sepakat bahwa air sisa minum kaum muslimin dan binatang suci. Semua air bekas
minuman binatang adalah suci kecuali air bekas minum babi, anjing, binatang
buas. Menurut pendapat Ibnu Qasim sisa air yang diminum seorang musyrikin
adalah najis dan apabila ia peminum khamar air itu menjadi makruh. Sedangkan
air bekas dijilat anjing hukumnya adalah najis. Dasarnya adalah hadits yang
berbunyi, “Apabila anjing menjilat bejana salah seorang diantara kamu,
maka tuangkanlah air itu, dan hendaklah ia membasuh bejana itu sebanyak tujuh
kali. Dan dalam salah satu sanad hadits disebutkan, yang pertama dengan tanah.
Dalam riwayat lain disebutkan, gosoklah pada yang kedelapan kalinya dengan
tanah”.(HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan air bekas
sisa minum kucing dianggap tidak najis karena kucing adalah binatang yang
jinak.[5]
Dasarnya adalah hadits yang berbunyi “Bahwa Kabasyah menuangkan air
wudhunya, lalu ada kucing yang datang hendak meneguk air. Lalu, Qatadah
memiringkan bejana itu (menyilahkan) kepada kucing sampai kucing itu selesai
minum. Lalu, Qatadah mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Kucing itu
tidak najis, karena kucing termasuk hewan yang mengelilingi kamu’.”(HR.Imam
Muslim)
2.
Air bekas
thaharah
Terdapat lima perbedaan ulama dalam hal status air bekas
thaharah:[6]
a. Sebagian ulama berpendapat bahwa air bekas thaharah
adalah suci (pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Hanafi).
b. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa kaum lelaki tidak
diperbolehkan bersuci menggunakan bekas bersucinya wanita, sedangkan wanita
diperbolehkan menggunakan bekas bersucinya lelaki.
c. Sebagian lain lagi berpendapat bahwa lelaki diperbolehkan
bersuci menggunakan bekas air bersuci wanita, selama wanita itu tidak sedang
dalam keadaan hadats besar atau haid.
d. Sebagian ulama yang berpendapat bahwa laki-laki atau
wanita tidak boleh bersuci menggunakan bekas air salah satunya, kecuali jika
diantara mereka memulai bersuci bersamaan.
e. Sebagian ulama yang berpendirian bahwa lelaki atau
wanita, sama sekali tidak diperbolehkan bersuci dengan menggunakan bekas air
salah satunya walaupun memulainya besamaan.
2. Syarat - Syarat Wajib Thaharah
Apabila badan, pakaian, ataupun suatu tempat terkena najis, maka ia wajib dibersihkan berdasarkan firman Allah SWT,
Apabila badan, pakaian, ataupun suatu tempat terkena najis, maka ia wajib dibersihkan berdasarkan firman Allah SWT,
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ
"Dan bersihkanlah pakaianmu."
(al-Mud- datstsir: 4)
1. Islam
2. Berakal
Thaharah tidak diwajibkan bagi orang gila dan orang yang pingsan, kecuali jika mereka sudah siuman ketika waktu (shalat) masih ada. Adapun orang yang mabuk, tetap diwajibkan berthaharah.
3. Baligh
4. Berhentinya Darah Haid dan Nifas
5. Masuknya Waktu
6. Tidak Tidur
7. Tidak Lupa
8. Tidak Dipaksa
Menurut ijma ulama, orang yang tertidur, orang yang terlupa, dan orang yang dipaksa, harus mengqadha shalat yang terlewat.
9. Ada Air atau Debu yang Suci
Apabila kedua benda ini tidak ada, maka seseorang itu harus mendirikan shalat dan mengqadhanya setelah mendapati air atau debu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu mengqadha, dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu shalat, tetapi wajib mengqadhanya. Perkara ini akan dibincangkan secara terperinci dalam pembahasan mengenai tayamum.
1. Islam
2. Berakal
Thaharah tidak diwajibkan bagi orang gila dan orang yang pingsan, kecuali jika mereka sudah siuman ketika waktu (shalat) masih ada. Adapun orang yang mabuk, tetap diwajibkan berthaharah.
3. Baligh
4. Berhentinya Darah Haid dan Nifas
5. Masuknya Waktu
6. Tidak Tidur
7. Tidak Lupa
8. Tidak Dipaksa
Menurut ijma ulama, orang yang tertidur, orang yang terlupa, dan orang yang dipaksa, harus mengqadha shalat yang terlewat.
9. Ada Air atau Debu yang Suci
Apabila kedua benda ini tidak ada, maka seseorang itu harus mendirikan shalat dan mengqadhanya setelah mendapati air atau debu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu mengqadha, dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu shalat, tetapi wajib mengqadhanya. Perkara ini akan dibincangkan secara terperinci dalam pembahasan mengenai tayamum.
3.
Dasar/Sumber Hukum Thaharah
Disyari’atkannya wudhu ditegaskan
berdasarkan 3 macam alasan.
1. Firman Allah dalam surat Al-Ma-idah
ayat 6:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 ÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
henclak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. “
2. Sabda Rasulullah
لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث
حتّى يتوضّأ
“Allah tidak menerima shalat salah
seorang di antaramu bila ia berhadats, sehingga ia berwudhu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Ijma’.
Telah
terjalin kesepakatan kaum muslimin atas disyari’atkannya wudhu semenjak zaman
Rasulullah hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa ia
adalah ketentuan yang berasal dari agama.
4.
Pengertian Shalat
Sabda nabi Muhammad Saw:
“Shalat itu adalah
sendi agama,barang siapa mengerjakannya berarti ia telah menegakkan tiang
agama.Dan barang siapa yang meninggalkan berarti ia telah merobohkan agama”
1. Pengertian
Shalat
Shalat ialah berhadap hati kepada Allah sebagai ibadat,
yang diwajibkan atas tiap-tiap orang islam.baik laki-laki maupun perempuan
berupa perbuatan/perkataan dan berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun
tertentu yang dimulai dengan “takbir” dan diakhiri dengan “salam”.
2. Dalil yang
mewajibkan shalat
Dalil yang mewajibkan
shalat ada banyak,dalam kitab suci Al-Qur’an maupun dalam hadist Nabi Muhammad
saw.
Dalil yang mewajibkan shalat antara lain
:
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
Artinya:
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku.
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (
cÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3
ã3 ÇÍÎÈ
Artinya: dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa
ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang
dengannya kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah
ditentukan.
Khusyu’ menurut istilah syara’ adalah keadaan jiwa yang tenang dan tawadhu’ (rendah hati), yang kemudian pengaruh khusyu’ dihati tadi akan menjadi tampak pada anggota tubuh yang lainnya. Sedang menurut A. Syafi’i khusyu’ adalah menyengaja, ikhlas dan tunduk lahir dan batin; dengan menyempurnakan keindahan bentuk/sikap lahirnya, serta memenuhinya dengan kehadiran hati, kesadaran dan pengertian (penta’rifan) segala ucapan bentuk/sikap lahir itu. 5.Syarat Sah Shalat
Khusyu’ menurut istilah syara’ adalah keadaan jiwa yang tenang dan tawadhu’ (rendah hati), yang kemudian pengaruh khusyu’ dihati tadi akan menjadi tampak pada anggota tubuh yang lainnya. Sedang menurut A. Syafi’i khusyu’ adalah menyengaja, ikhlas dan tunduk lahir dan batin; dengan menyempurnakan keindahan bentuk/sikap lahirnya, serta memenuhinya dengan kehadiran hati, kesadaran dan pengertian (penta’rifan) segala ucapan bentuk/sikap lahir itu. 5.Syarat Sah Shalat
Shalat tidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat,
rukun-rukun dan hal-hal yang wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang
akan membatalkannya.
Adapun syarat-syaratnya ada sembilan:
1. Islam
2. Berakal
3. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk)
4. Menghilangkan hadats
5. Menghilangkan najis
6. Menutup aurat
7. Masuknya waktu
8. Menghadap kiblat
9. Niat.
6. Rukun-Rukun Shalat
Rukun-rukun shalat ada empat belas:
Rukun-rukun shalat ada empat belas:
1. Berdiri bagi yang mampu
2. Takbiiratul-Ihraam
3. Membaca Al-Fatihah
4. Ruku’
5. I’tidal setelah ruku’
6. Sujud dengan anggota tubuh yang
tujuh
7. Bangkit darinya
8. Duduk di antara dua sujud
9. Thuma’ninah (Tenang) dalam semua
amalan
10. Tertib rukun-rukunnya
11. Tasyahhud Akhir
12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir
13. Shalawat untuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
14. Salam dua kali.
7. Hal-hal Yang Wajib Dalam Shalat
1. Semua takbir, selain Takbiiratul Ihraam
2. Mengucapkan Sami’allaahu liman hamidah bagi imam dan yang shalat sendiri
3. Mengucapkan Rabbanaa walakal hamdu bagi semua
4. Mengucapkan Subhaana rabbiyal ‘azhiim saat ruku’
5. Mengucapkan Subhaana rabbiyal a’laa saat sujud
6. Mengucapkan Rabbighfirlii antara dua sujud
7. Membaca Tasyahhud awal
8. Duduk untuk tasyahhud awal.
1. Semua takbir, selain Takbiiratul Ihraam
2. Mengucapkan Sami’allaahu liman hamidah bagi imam dan yang shalat sendiri
3. Mengucapkan Rabbanaa walakal hamdu bagi semua
4. Mengucapkan Subhaana rabbiyal ‘azhiim saat ruku’
5. Mengucapkan Subhaana rabbiyal a’laa saat sujud
6. Mengucapkan Rabbighfirlii antara dua sujud
7. Membaca Tasyahhud awal
8. Duduk untuk tasyahhud awal.
Perbedaan
antara rukun-rukun shalat dengan wajib-wajib shalat adalah kalau meninggalkan
rukun-rukun shalat baik dengan sengaja ataupun lupa maka akan membatalkan
shalat, sedangkan meninggalkan wajib-wajib shalat, jika ditinggalkan secara
sengaja maka shalatnya batal, namun jika ditinggalkan karena lupa maka dia
melakukan sujud sahwi (sujud karena lupa, sebagai gantinya)
PENUTUP
Kesimpulan
1. Thaharah adalah bersih dari kotoran
atau mensucikan diri
2. Shalat adalah ibadah yang terdiri
atas beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir yang diakhiri
dengan salam
Agama Islam sangat memperhatikan
masalah thararah karena dalam ilmu fiqih poin pertama yang dijumpai adalah
masalah thaharah. Shalat, adalah tiang agama karena tanpa shalat berarti kita
sama saja meruntuhkan agama. Ibarat rumah, kalau tidak ada tiangnya tentu akan
runtuh.
Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua terutama kami sebagai pemakalah . Jika terdapat kesalahan harap
dimaklumi, karena manusia tidak pernah luput dari kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Mas’ud, Ibnu
dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i (Buku 1 –Ibadah-),
Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Muhammad Azzam, Abdul Aziz dan Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, Al-Wasithu fi Fiqh Ibadah, terj. Kamran As’at Irsyady, Ahsan
Taqwim, dan Al-Hakam Faishol, Fidih Ibadah, Jakarta: Amzah, 2009.
Rusyd, Ibnu, Bidayatu’L
Mujtahid, terj. M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Semarang: Asy
Syifa’, 1990.
Mz, Labib, Hadits Pilihan Shahih
Bukhari, Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2005.
http://www.contohmakalah.co.cc/2010/10/makalah-tentang-thaharah.html